1.
Asas kepastian hukum
Dalam
kaitannya dengan APBN, dalam penyusunan APBN telah diatur didalam UU No.17/2003
tentang Keuangan Negara dan UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara,
sehingga penyelenggara negara harus melihat pedoman peraturan diatas. Dalam UU
diatas telah disebutkan tahap-tahap penyusunan APBN mulai dari pendahuluan
sampai dengan pengajuan, pembahasan dan penetapan APBN. Sehingga pemerintah
tidak bisa melewati atau melanggar aturan diatas. Hasil dari APBN yang disahkan
DPR akan menjadi UU yang kedepannya akan menjadi landasan hukum dalam menjalankan
program-program yang sesuai dengan APBN yang dibuat. Apabila tidak disetujui
DPR, maka presiden menggunakan APBN tahun sebelumnya.
2.
Asas tertib penyelenggaraan negara
Dalam
kaitannya dengan APBN, dalam pelaksanaan APBN program yang telah dirumuskan dan
dirancang oleh pemerintah pusat harus dilaksanakan sampai ke daerah. Sehingga
apabila ada perbedaan peraturan atau kebijakan antara pemerintah pusat dan
daerah bisa diselesaikan secara baik-baik ataupun lewat MK. Karena dengan hal
ini bisa menghindarkan dari bentrokan akibat dari kebijakan yang berbeda.
Sehingga harus ada keserasian antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam pelaksanaan APBN. Dan pada akhirnya APBD yang dibuat oleh daerah-daerah
pendistribusiaannya harus sesuai dengan program pusat dan juga untuk
kepentingan masyarakat.
3.
Asas kepentingan umum
Dalam
kaitannya dengan APBN, APBN disusun berdasarkan kepentingan/program-program
dari penyelenggara pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun
pendapatan. Rancangan APBN disusun berdasarkan program pemerintah untuk satu
tahun kedepan. Melihat pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah dan
lain-lain sebagai rumusan awal. Sehingga kedepannya APBN bisa berjalan dengan
lancar dan pendistribusiannya bisa merata ke seluruh sektor. Apbn disusun
dengan mengedepankan kepentingan rakyat, karena rakyatlah yang akan
menikmatinya. Setiap rancangan kerja pasti ditujukan ke sektor publik pada
umumnya.
3.
Asas
keterbukaan
Dalam
kaitannya dengan APBN, Masyarakat bisa melihat atau mencari data tentang APBN
disitus-situs internet atau diberbagai media baik cetak maupun elektronik. Hal
ini memang disebarluaskan oleh pemerintah karena untuk menjaga transparansi
dalam pelaksanaan APBN. Sehingga rakyat bisa mengkritik apabila pendistribusian
APBN salah sektor atau tidak merata, atau bahkan rakyat tidak merasakan program
yang sudah dianggarkan dalam APBN tersebut. Dengan cara itulah pemerintah bisa
menjaga transparansinya. Tidak perlu ditutup-tutupi, apabila ada program yang
fiktif maka itu perlu dipertanyakan.
5.
Asas
proporsionalitas
Dalam
kaitannya dengan APBN, dalam penyusunan APBN ada bagian pendapatan negara.
Disini pemerintah menggunakan hak nya sebagai negara kepada rakyat yakni
memungut pajak. Karena pajak merupakan sektor teringgi dalam penerimaan negara.
Selain pajak juga cukai maupun bea masuk dan keluar. Sebaliknya pemerintah juga
akan melaksanakan kewajibannya dalam pelaksanaan APBN yakni penditribusian yang
merata ke semua sektor sehingga masyarakat bisa merasa puas, area publik bisa nyaman,
infrastruktur memadai. Karena itu yang menjadi hak dari rakyat. Dengan itu,
maka tidak ada lagi kesenjangan yang bisa menyebabkan berkurangnya rasa aman
dari rakyat.
6.
Asas profesionalitas
Dalam
kaitannya dengan APBN, Presiden dan para pembantunya yakni mentri-mentri harus
memiliki kompetensi yang mumpuni untuk merumuskan kebutuhan, program dan
rancangan kerja untuk satu tahun kedepan. Sehingga seluruh program dan
rancangan kerja yang sudah dianggarkan dalam APBN dalam pelaksanaanya bisa
terdistribusi dari hulu ke hilir hasilnya masyarakat bisa menikmatinya. Jangan
sampai suatu program hanya nempel saya dalam postur APBN.
7.
Asas akuntabilitas
Dalam
kaitannya dengan APBN, APBN yang dijalankan dalam satu tahun kedepan harus bisa
dipertanggungjawabkan. Rasa puas masyarakat dipertaruhkan. Makanya setiap tahun
ada sidang paripurna yang diselenggarakan oleh MPR sebagai representatif dari
rakyat untuk menagih pertanggungjawaban dalam pelaksanaan APBN. Apabila MPR
tidak setuju maka sesuai dengan UU, parlemen akan menyuruh BPK untuk
menyelidiki keselewengan. Hasilnya diserahkan ke MK dan apabila MK menyetujui
maka MPR akan menyelenggarakan sidang istimewa dalam hal meberhentikan
presiden.