Senin, 14 Desember 2015

Contoh Cerpen 2



PERJUANGAN ANAK PERANTAUAN
Karya : Tri S. Budi
Pintar, tampan, berwibawa dan sederhana ialah Budi. Tidak hanya pintar dalam hal belajar tetapi Budi juga pintar dalam hal agama seperti pintar mengaji, tafsir dan sebagainya. Budi hidup dalam lingkup keluarga sederhana. Bapaknya bernama Darmadi yang sehari-hari bekerja sebagia buruh sedang ibunya bernama Titik. Setiap hari Bu Titik membantu sang suami dengan berjualan gorengan. Budi mempunyai tiga orang adik yang masih kecil-kecil. Budi tidak pernah mengeluh dan menyerah saat dilahirkan sebagai orang miskin. Pengumuman kelulusan pun telah usai. Budi mendapatkan beasiswa untuk kuliah di pulau seberang. Budi awalnya tidak setuju dan hatinya kurang nyaman. Berkat motivasi dari ustad Bahrun, hati Budi mulai tergugah. Tetapi orang tua Budi masih tidak setuju. Terutama Ibunya, ia selalu memikirkan bagaimana nanti Budi dalam hidupnya di sana. Jauh dari sanak saudara dan tidak ada orang yang kenal. Atas bantuan pengertian yang diberikan oleh sang suami, Bu Titik pun luluh hatinya dan merestui Budi untuk kuliah di pulau seberang.
Fajar mulai menyingsing dari kejauhan. Budi telah bersiap di dermaga bersama kedua orangtuanya. Budi berpamitan sambil mencium kaki kedua orangtuanya sebagai tanda meminta doa agar selamat sampai di jalan dan bisa segera lulus dengan nilai yang memuaskan serta kembali ke tanah tempat lahirnya. Suasana saat itu cukup mengharukan, banyak air mata berjatuhan. Hening tanpa suara kala itu.angin keras mulai menyapu di pinggiran dermaga sejenak suara klakson kapal itu berbunyi. Tanda kapal mau berangkat dan juga tanda perpisahan antara seorang anak dengan orangtuanya untuk mengejar impiannya.
Dengan modal nekat dan keyakinan Budi pun sampai di tempat tujuan. Setelah menempuh beberapa jam di kapal yang sangat melelahkan. Tapi Budi tidak merasakan kelelahan karena Budi sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Ia bingung harus tinggal dimana. Ia singgah di masjid dekat dari tempat kuliahnya. Setelah shalat dhuhur ia tidur di serambi masjid untuk sekadar menghilangkan kebingungan mau tinggal dimana. Baru memejamkan mata beberapa jam, Budi dibangunkan oleh seorang yang tidak tau entah siapa. Setelah menjelaskan panjang lebar, ternyata beliau adalah ustad Amri. Ustad di masjid ini. Dan beliau bersedia memberikan tumpanga kepada Budi asal Budi berkenan untuk membantu mengurusi masjid. Seperti ngepel, mempersiapkan kalau akan mau shalat dan menjadi guru ngaji.
“Kalau tidak setiap jam, saya bisa Pak. Soalnya saya juga harus sekolah.” , kata Budi.
“Iya dek. Tidak setiap jam kok.” , sahut sang ustad.
“Siap Pak.”, jawab Budi. Sang ustad hanya membalasnya dengan senyuman.
Di sore hari setelah pulang dari tempat kuliah, Budi mengajarkan membaca alquran kepada anak-anak kecil di sekitar masjid. Walaupun ia tidak digaji tetapi ia merasa senang.
“Ilmu agama sangat berguna ternyata. Bisa bantu menyelesaikan masalah dan menambah persaudaraan.” , celoteh Budi dalam hatinya.
Ia berpikir, sudah diberi tumpangan itu sudah cukup. Untuk masalah gajian nanti saja biar Allah SWT yang membalas kebaikannya.
Lambat tahun Budi sudah diwisuda da mendapat gelar sebagai sarjana. Dengan nilai yang memuaskan, Budi bersujud syukur mendengar berita itu. Begitu kangennya dengan kedua orangtuanya. Ia berpamitan dengan ustad Amri dan juga tetangganya. Ustad Amri berpesan agar sampai lupa dengan kampung ini dan tetap rendah hati. Begitu mulia hidup Budi. Walaupun ia sedang berjuang di pulau seberang untuk menuntut ilmu tetapi ia tetap berguna di sana.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar